Thursday, 23 May 2013

Magang: Dari Borneo Hingga Tarakan

written on Friday, March 01st 2013

    Hari ini adalah hari ke 16 kepulangan gue dari tanah perantauan, tanah asing yang jauh dari hingar bingar modernitas, singkatnya  adalah daerah pelosok Kalimantan Timur yang dekat dengan perbatasan dengan negara tetangga kita, Malaysia. Ngga bisa dipungkiri lagi perantauan gue di sana sungguh memberikan pengalaman hidup luar biasa. Bagaimana tidak, hampir sepanjang hayat gue selama kurang lebih 18 tahun 8 bulan gue tinggal di lingkungan perkotaan atau paling tidak lingkungan hidup yang ngga perlu melangkah jauh-jauh buat ngerasain kehangatan kota. Eiits, bukan berarti gue ngga bisa hidup di lingkungan yang lainnya hlo ya. Karena meski begitu sebelum menjalani perantauan itu gue sempet membayangkan betapa akan "mengerikannya" hidup gue di sana -Kalimantan:Red-, menjalani kehidupan sadis seperti ketika peradaban belum lagi berkembang, hahaha. Wajar dong kalau kemudian status gue di jejaring sosial bikin gue inget banget akan keprimitifan yang bakal gue rasakan di sana. berikut status yang gue tulis "I am the ICON of PRIMITIVE RUNAWAY, Oh My Ghosttttt....".
    Masih tersimpan jelas detik-detik keberangkatan gue ke perantauan setelah mengalami berbagai rintangan yang mampu menggoyahkan kemantapan hati untuk segera bertolak ke tanah tujuan. Berawal dari hambatan-hambatan kecil yang juga sempat membikin gue berkecil hati bisa menginjakan kaki di tanah asing itu. Pertama, entah kenapa setelah semester 7 baru saja dibuka pihak perusahaan mengundur hari keberangkatan gue bahkan sampai 2 bulan lamanya (Juli dan Agustus 2012). Di rentang waktu itu turut berkembang spekulasi di tengah-tengah kegalauan hati gue, "kayaknya emang kita ngga diridhoi magang di Kaltim, buktinya diundur-undur terus, mau sampai kapan kita nganggur gini?". Sementara kegalauan hati berkembang, rasa malu gue turut mewarnai hari-hari selama berada di sini (Jogja:Red). Pasalnya, gue pernah ngomong ke sodara-sodara gue di kampung kalau gue bakal berangkat magang di akhir Juli, eh tahunya malah diundur sampe akhir Agustus. Ditambah lagi tetangga-tetangga yang mempertanyakan keberangkatan itu. Kedua, tak cukup sampai di situ, gebrakan kembali muncul secara dahsyat dan tiba-tiba. Waktu itu di kala gue maen ke luar kota tempat kakak gue yang udah berkeluarga bertempat tinggal, sebut saja Kota Magelang, gue mendapat kabar tentang penandatanganan kontrak magang yang akan dilaksanaain beberapa hari ke depan. Singkat cerita, setibanya gue di Jogja langsung ke TKP di STM, sontak gue harus kehilangan harapan membawa rupiah seperti yang gue bayangkan. You know? Uang saku per bulan yang bakal gue terima dipotong 1/2 dari tawaran sebelumnya. Tambahlah rasa malu gue hingga melejit sampai klimaks.
    Waktu telah berlalu dengan segala warna warni dan romantika hidup sebagai seorang pemuda berstatus pelajar nganggur di rumah selama lebih dari 2 bulan. Perlu di garis bawahi: Tanpa Hasil Karya Apapun!!! haha, Nampaknya kisah 2 bulan yang kelam itu harus benar-benar terkubur dalam-dalam karena hidup gue harus tetep berjalan. Berbagai persiapan gue lakukan mulai dari menata hati, pikiran, jiwa raga dan mental serta keperluan obat-obatan, sampai beragam tetek bengek yang gue butuhin di sana. Dan tibalah di hari keberangkatan gue bersama 5 kawan yang lainnya, menikmati perjalanan mengudara untuk pertama kalinya dan diharuskan mampir bermenit-menit di kota-kota besar lalu kemudian melanjutkan ke tanah asing lainnya. Jogja-Jakarta-Balikpapan-Tarakan. Kereta udara yang gue tumpangi lepas landas di pagi hari sekitar jam 8 dan tibalah di pulau kecil bernama Tarakan di sore harinya. Kami dijemput oleh seorang laki-laki bertubuh besar dan gagah ditemani 2 orang wanita muda dengan perawakan ceking dan satunya setengah subur (ya begitulah adanya). Mereka menyambut kami dengan suka cita begitu juga kami dengan sopan menyalaminya satu persatu, tak lupa dengan gelagat dan perangai orang Jawa 'kampung' yang tengah berusaha menampakan slogan yang digadang-gadang "Jogja berhati nyaman". Dibawalah kami menuju sebuah rumah berlantai dua mengendarai mobil MPV merk Suzuki ditemani alunan lagu-lagu barat. Adzan terdengar keras ditelinga kami selepas kami memasuki sebuah ruangan yang dilengkapi dengan AC dan 4 ranjang tingkat komplit dengan sprei dan bantal di masing-masing ranjang. Kesan pertama gue, "hah???? -terkagum2- ini mess kita? ga seperti yg gue bayanginnnn. gue betah banget kalau tempatnya kayak gini". Tapi kesan itu segera sirna oleh jawaban seorang lelaki pendek berumur 30an. "Ini mess transit, besok pagi-pagi kita baru berangkat ke lokasi (site tambang:Red)". "Ohhh, iya pak."
    Paginya setelah siap dengan barang-barang bawaan, kami diantar menuju ke sebuah pelabuhan besar. Cuaca saat itu mendung dan di semua tempat basah oleh air hujan yang baru saja berhenti mengguyur kota kecil itu. Semua personil dalam speed telah memakai pelampung, dengan segera sang kapten memainkan peranannya.

Kapten Kendit narsis bareng Om Robby
 
Ini adalah pengalaman pertama gue naik speed mengarungi selat yang memisahkan Pulau Tarakan dengan Kalimantan yang jaraknya kurang lebih 45 km. Perjalanan di air ditempuh dalam waktu 1 jam, dan gue sangat menikmati gerakan speed yang mengantam gelombang air laut itu, duk....duk....duk....cukup membuat perut terkoyak-koyak hebat (dan alhamdulillah gag pake mabuk laut segala).





    Finally, perjalanan jauh kami berakhir setibanya di lokasi yang dimaksud -pinggir sungai besar bernama sungai Ancam-. Segera turunlah kami dari speed dengan memanjat tangga dari kayu menuju ke daratan (sebut saja dermaga atau jetty). "Oh Tuhan, ini tambang? kayak gini???" Tanpa banyak cingcong diangkutlah kami dan barang-barang kami memasuki hutan dan WOW, jalannya super extra WOW, lempung hitam yang basah mirip track off road tapi lebih sadis lagi dari itu.
 
Sesekali badan gue terayun di dalam kabin mobil bermerk mazda berwarna putih itu -dan sekali lagi WOW mobil itu tanpa nopol, ngga ada polisi lalin di sini, hahaha- karna ban suka masuk ke dalam lubang jalanan. Jalur jalanan itu lebih dari 1 km dan hanya beberapa kali belok saja sudah terlihat dari mata kepala gue beberapa bangunan rumah kayu beratapkan seng berdiri berjejeran. "Ini mess kalian, setiap ruangan sudah diberi nama kalian masing-masing. tolong jaga kebersihan", kata-kata itu terlontar oleh seorang laki-laki berumur 30an yang tadi menyopiri kami. "Siap Pak." dalam benak gue bilang, "This is my home now, ngga terlalu parah, setiap ruangan dimuati 3 ranjang lengkap dengan bantal dan selimut, 1 lemari pakaian, 1 kipas angin, 1 lampu, dan rupanya dibuat senyaman-nyamannya untuk ditiduri, hihi. Prediksi gue selama ini salah, karena dalam bayangan gue, gue bakal hidup di bawah naungan terpal biru di bawah pohon dan hidup dalam bayang-bayang keterbatasan yang menyiksa. alhamdulillah semua itu salah total, hahaha".

written on Wednesday, May 22nd 2013

    Esok harinya pagi-pagi sekali kami ber-6 telah berpakaian rapi dengan style dan fashionnya masing-masing. Pagi itu sangat ceria, setelah sarapan selesai kami digiring menuju kantor site yang kira-kira hanya 50 meter dari mess site dimana kami tinggal. Daaaannnn, gue harus terkaget-kaget oleh kehadiran segerombolan monyet -entah spesies apa, yang jelas monyet- yang tanpa takut-takut menyambangi halaman sekitaran mess. Yang gue tangkap dari gerak geriknya mereka bermaksud mengais rejeki di sana. Bagi gue ini pemandangan yang langka pasalnya gue melihat monyet terakhir kali kurang lebih 12 tahun yang lalu di satu-satunya kebun binatang di Jogja -untungnya ngga lupa seperti apa gerangan monyet itu, hahaha-.
    Agenda hari itu kami dijelaskan mengenai banyak hal, diawali dari Safety Induction (Induksi Keselamatan) oleh seorang laki-laki montok bernama Budi Wibowo. Beliau menjabat sebagai supervisor sekaligus department head K3 -yang juga menyabet level superintendant di perusahaan- tugasnya mengurusi dan bertanggung jawab atas terlaksananya aspek K3 yang berlaku di perusahaan. Dilanjutkan dengan General Induction (Induksi Umum) per departemen mulai dari Exploration Dept., Engineering Dept., Production Dept., Human Resources Development and  General Affair (HRDGA) Dept., dan Occupational Health Safety and Environment (OHSE) Dept. sampai ke lini-lini terkecilnya dibawakan oleh masing-masing department head.





Seharian penuh mindset kami digodhog di dalam meeting room, bertemu dan  berhadapan dengan orang-orang baru yang seperti tiada capeknya menjelaskan materi demi materi. Sebagai penutup kami diberitahukan mengenai penempatan siswa magang di departemen-departemen yang ada dan dibagikan kepada kami sebuah map  yang di dalamnya berisi peraturan-peraturan sampai form kegiatan harian siswa magang. Terselip juga kertas yang tertulis namaku yang aaaaaaaaaaaahhh Dika Erdiyawan OHSE Dept. Sontak gue terheran-heran dengan kebenaran tulisan itu. Gue sangat kecewa atas penempatan itu tapi gue juga tak mampu merubah itu. Gue pasrah.
    Beberapa hari telah berlalu, sesekali isi batok kepala terasa nyut-nyutan ngga ketulungan -bayangkan kepala itu explode mirip bom di Nagasaki yang mampu meluluhlantakan isi pulau itu atau bom di Bali yang sempat membikin geger Indonesia, hahaha-. Tidak lain dan tidak bukan, pemicu 'nyut-nyutan' itu adalah penempatan magangku di departemen 'itu'. Jelas-jelas prodi yang gue pelajari ngga match sama departemen 'itu'. Gue merasakan kesia-siaan itu bahkan lamanya waktu belajar di bangku sekolah tak berujung manis. Saking ngga kuatnya menahan beban pikiran itu, gue sempet curhat ke salah seorang helper (crew) OHSE berinisial S. S sosok yang kocak dan ngga kalah seru untuk ngakak bareng, tentunya disela-sela letih dan keringat yang mengucur deras di sekujur tubuh. Dalam perjalanan kegalauan yang gue alami gue menemukan banyak teman dan banyak pelajaran hidup. Berikut ini salah satunya, salah seorang temen saya yang disegani bilang begini "sing perlu dieling-eling, aja ngasi kowe-kowe ki terlalu cerak karo helper-helper, dadi kowe duwe derajat luwih dhuwur tinimbang mereka, tetep kudu jaga jarak...". (yang perlu diingat, jangan sampai kalian terlalu dekat dengan helper, sehingga kalian punya derajat lebih tinggi dibanding mereka, harus tetap jaga jarak...). Alhasil, gue menemukan prinsip hidup sendiri, bahwa serendah-rendahnya kasta seseorang di mata seseorang yang lain, asalkan saling menghargai, gue yakin tidak ada yang namanya takut kehilangan teman curhat...hahaha.
    Singkat cerita, setelah mengalami kegalauan yang teramat sangat, kini saatnya gue bangkit, hati kecilku berkata:"Gue bersyukur atas nikmat yang tiada duanya di antara detik nafas dan olehnya gue tetep hidup. Gue harus ikhlas dalam kondisi apapun itu, Tuhan telah memilihkan untuk gue pekerjaan yang barangkali itulah yang terbaik buat gue. Meskipun gue tidak yakin bisa meraih bintang di situ. Gue pasrahkan semuanya pada Engkau ya Rabb. Hidupku di sini tidak boleh berhenti. Semangat".

    Kini 6 bulan telah berlalu. Masa pemagangan gue di perusahaan batubara itu telah kelar. Banyak peristiwa terjadi di dalamnya mulai dari yang bahagia sampai yang berderai air mata dan dari kecewa sampai yang puas tiada tara. Semua berjalan dan berlalu sesuai garis kehidupan yang telah ditetapkan Tuhan. Dalam masa-masa sulit, dampaknya begitu terasa dan gue secara pribadi merasa ikut menyumbangkan energi positif demi kelanjutan perusahaan itu. Berbagai usaha dan strategi telah dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan dari arus gonjang-ganjing dunia, meskipun pada akhirnya tidak berhasil sempurna. Tak luput sebagai bagian kecil perusahaan gue turut tenggelam dalam suasana lesu itu. Bahkan secara tidak langsung pun, proses pemagangan yang seharusnya berjalan terhambat oleh lesunya pergerakan harga jual batubara. Mau atau tidak mau, inilah yang pada akhirnya menyebabkan Force Majeur dalam statuta magang kami di perusahaan diputuskan untuk "dilaksanakan". Seluruh siswa magang dipulangkan ke sekolah sebelum kontrak pemagangan berakhir. Sayangnya, proses "pelaksanaan" yang gue maksud tidak berjalan sesuai harapan dan jalan hukum serta kode etik yang kebanyakan dijunjung tinggi dalam dunia hitam di atas putih bermaterai. Tidak ada yang perlu disesali dari peristiwa serba sulit itu, bagaimanapun juga toh respon diri kami akan tetap sama: KAMI KECEWA.
    Dalam kaca mata gue, kekecewaan itu bukan karena kami dikembalikan ke sekolah lebih awal dari yang seharusnya, akan tetapi proses pengembalian itu -menurut gue- menyimpang tata cara dan kesopanan berJANJI. Puncaknya, lima hari setibanya di kampung halaman, gue memberanikan diri untuk memetakan peristiwa itu dan melayangkan email kepada bos di site. Bos gue merespon dengan cukup baik dan sopan, bahkan sangat antusias menyampaikan rasa penyesalan atas kejadian tersebut. Beberapa hari setelah emailing itu, gue mendapat balasan dari Sang Bos, isinya berupa forward email dari HRD head office di Jakarta. Isinya sedikit berkilah dengan kenyataan yang ada, dan gue mengangguk (tanda paham:Red) atas permintaan maaf serta kesediaan memenuhi hak-hak siswa magang yang masih ditagihkan oleh perusahaan. Dan alhamdulillah semua hak-hak gue telah dipenuhi oleh perusahaan begitu juga dengan kawan-kawan ku yang juga turut menjadi korban (hehehe...PEACE Ya).











 




   Kisah-kisah selama pemagangan di Kalimantan cukup berkesan. Ada kisah diceburin kolam tadah hujan waktu ultah ke-19 tahun lalu, terus kisah nangis sesenggukan di emperan kantor -bukan akibat hubungan tidak harmonis dengan keluarga hlo ya, wkwkwkwk-, dilanjut kisah main pingpong di jam kerja dan kabur di kala Bos nongol keluar kantor, kisah kegalauan yang berkepanjangan akibat efisiensi energi listrik, akibat penghentian operasi produksi, akibat pemulangan force majeur, hihihi, ada juga kisah terjebak lumpur di pinggir kolam treatment AAT dan terjebak untuk kedua kalinya saat mau cuci kaki di kolam, terus kisah marahan sama temen cewek gara-gara ... -sebabnya ngga jelas sih, wahaha- yang hampir seminggu ngga bertegur sapa meski sekantor, ada juga kisah hubungan gelap -maaf, tidak bisa diteruskan, kisah ini selebihnya disimpan sebagai rahasia hidup, (tutup mata), hahaha-, sampai ada juga kisah menjajal kembali menghisap rokok berbatang-batang. Semua peristiwa-peristiwa tersebut berlalu begitu adanya tanpa adanya rekayasa namun dibumbui agar ada yang baca. Semoga menjadi cerita hidup yang bermanfaat untuk anak cucu dan ketika barakah hingga diceritakan ulang di akhirat kelak. amin Ya Rabb.




No comments:

Post a Comment